Bogor, DaarulUluumLido.com – Untuk menjawab tantangan pendidikan di era digital, puluhan guru Pesantren Modern Daarul Uluum Lido mengikuti pelatihan intensif bertajuk “Peningkatan Kapasitas Guru dalam Pengajaran Computational Thinking”. Kegiatan ini terselenggara atas kolaborasi strategis dengan Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Trisakti pada hari Sabtu, 2 Agustus 2025, bertempat di lingkungan pesantren.

Pelatihan ini secara khusus dirancang untuk membekali para pendidik dengan metode berpikir komputasional, sebuah keahlian krusial di abad ke-21. Tujuannya adalah agar para guru mampu menerapkan kerangka berpikir yang logis, terstruktur, dan sistematis dalam proses belajar-mengajar, sehingga dapat mencetak santri yang siap menghadapi tantangan zaman.

Mengapa Computational Thinking Penting bagi Guru Pesantren?

Pimpinan Pesantren Modern Daarul Uluum Lido, Kyai Muhammad Yazid Dimyati, S.Th.I., Lc., dalam sambutannya menekankan relevansi pelatihan ini.

“Saya sendiri belum tahu apa itu computational thinking, jadi kita belajar sama-sama. Tapi saya yakin ini sangat berkaitan dengan dunia keguruan dan akan berdampak langsung pada peningkatan kapasitas guru kita,” ujar beliau.

Beliau menambahkan, setelah santri mendapatkan bekal ilmu agama yang kuat selama enam tahun, mereka juga perlu dibekali dengan keterampilan terapan. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan semacam ini menjadi sebuah keniscayaan.

Dari Kampus untuk Pesantren: Membumikan Konsep Computational Thinking

Wakil Dekan IV FTI Universitas Trisakti, Dr. Ahmad Zuhdi, M.Kom., menjelaskan bahwa computational thinking bukanlah sekadar konsep teknologi, melainkan sebuah metode pemecahan masalah yang efektif.

“Kita sudah mengenal kota cerdas, rumah sakit cerdas. Sekarang saatnya pesantren menjadi pesantren cerdas, yaitu pesantren yang mampu menyelesaikan masalah secara tepat dan efisien,” tegasnya.

Dr. Zuhdi memperkenalkan empat pilar utama dalam computational thinking:

  1. Dekomposisi (Decomposition): Kemampuan memecah masalah yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola.
  2. Pengenalan Pola (Pattern Recognition): Keterampilan untuk mengidentifikasi kesamaan atau pola yang berulang dalam suatu masalah.
  3. Abstraksi (Abstraction): Kemampuan untuk fokus pada informasi yang penting dan mengabaikan detail yang tidak relevan.
  4. Desain Algoritma (Algorithm Design): Keterampilan menyusun langkah-langkah solusi secara sistematis dan logis.

Menariknya, Dr. Zuhdi mengingatkan bahwa konsep algoritma yang menjadi dasar teknologi modern sejatinya berakar dari peradaban Islam melalui ilmuwan besar Al-Khwarizmi.

Bagaimana Pelatihan Berlangsung?

Pelatihan ini (How) dirancang secara interaktif dan aplikatif. Rangkaian kegiatan meliputi:

  • Pre-Test: Mengukur pemahaman awal peserta mengenai topik.
  • Sesi Materi: Pengenalan konsep dan prinsip dasar computational thinking.
  • Simulasi & Praktik: Peserta diajak memecahkan masalah melalui permainan angka dan latihan logika untuk menerapkan 4 pilar CT.
  • Pengenalan Platform: Peserta diperkenalkan dengan platform Bebras, sebuah media pembelajaran interaktif untuk melatih kemampuan berpikir komputasional.
  • Post-Test: Mengukur peningkatan pemahaman peserta setelah mengikuti seluruh rangkaian acara.

Sinergi Berkelanjutan untuk Pesantren Cerdas

Kegiatan ini menandai kolaborasi ketiga antara Pesantren Daarul Uluum Lido dan Universitas Trisakti. Dr. Zuhdi berharap sinergi ini dapat terus berlanjut dan meluas ke bidang lain seperti teknik sipil dan arsitektur untuk bersama-sama membangun ekosistem pesantren yang lebih maju dan terintegrasi.  (red: silah)